Cinta Abadi Dalam Belenggu Senja
Raditya Arief Putrasetiawan Sepasang netra cokelat tersebut memandang langit, nampak perkasa meski tertutupi tebalnya awan. Sesekali kulitnya merasakan sentuhan angin yang seolah tengah mencurahkan belaian lembutnya, guna mengobati hati yang terbelenggu rindu. Ah, rindu. Sekian lama ia dihantui kata tersebut. Sebuah kata dengan lima huruf yang mudah diucapkan, namun sukar dirasakan. Sebuah kata lima huruf yang setiap detiknya menorehkan rasa sakit pada luka lamanya. Sebuah kata yang menuntunnya kembali pada masa silam, dimana seluruhnya masih terasa masuk akal. Dimana bintang di langit masih senantiasa dipercayai, untuk menggantung mimpi-mimpi yang rapuh. Sebelum kenyataan menamparnya, bawasanya bintang di langit tidak berkenan menjaga harapannya. Sebelum kenyataan menyadarkannya bahwa segalanya ada akhir, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Titik-titik air mengalir lembut, menyentuh kulit sawo matangnya. Lantas memaksanya meneduh sejenak, pada sebuah warung kopi kecil. Ia du